Peran BPK untuk Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Negara
Sumber gambar : www.instagram.com/drarijunaedi |
Setiap negara pastinya menginginkan pemerintahan yang bersih, bebas dari praktik KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Dengan pemerintahan yang bersih, maka diharapkan dapat meningkatkan kinerja pemerintahan, sehingga akan mampu menciptakan serta meningkatkan kualitas pelayanannya kepada masyarakat luas. Dan yang pastinya, tingkat penyalahgunaan kewenangan di lingkungan aparatur pemerintahan dapat ditekan, dengan begitu tujuan negara dapat dicapai. Untuk mewujudkan tujuan negara tersebut salah satunya dapat dicapai dengan pengelolaan aset dan harta negara yang baik dan benar.
Setiap tahun lazimnya akan dibuat anggaran yang disahkan oleh pejabat yang berwenang. Untuk lingkup pemerintahan anggaran ini berupa APBN/APBD. Anggaran inilah yang akan digunakan sebagai acuan kegiatan serta rencana pengelolaan keuangan pada tahun yang akan datang. Sebagai bentuk pertanggung jawaban keuangan dari entitas tersebut, maka dituangkan dalam Laporan Keuangan. Anggaran ini harus dikelola dan dipertanggungjawabkan dengan baik dan benar. Karena sesungguhnya, seluruh anggaran tersebut merupakan amanah dari rakyat Indonesia.
Sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, keuangan negara dikelola untuk mewujudkan tujuan negara yaitu untuk menciptakan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan tersebut maka keuangan negara wajib dikelola secara akuntabel dan transparan dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan.
Opini atau pendapat atas laporan keuangan didapatkan melalui pemeriksaan atau audit yang dilakukan oleh lembaga yang independen. Audit ini juga dilakukan supaya setiap pihak yang mengelola uang negara menjalankan amanat tersebut dengan cara yang sebaik-baiknya sehingga membawa manfaat bagi rakyat.
Harta negara adalah harta yang harus dipergunakan untuk kepentingan negara dan rakyatnya, bukan untuk dikorupsi, bukan pula untuk memperkaya diri sendiri. Harta negara pun sebagian besar juga berasal dari rakyat contohnya pemasukan uang negara yang berasal dari pajak. Sudah semestinya pula bahwa harta negara ini diperuntukan untuk kepentingan rakyatnya. Beragam kasus korupsi yang terjadi bisa menjadi indikasi bahwa pemeriksaan terhadap keuangan negara harus diperketat agar tidak lagi terjadi penyelewengan dalam pengelolaan harta negara.
Lantas, dalam lingkup pemerintahan, siapakah yang melakukan audit keuangan negara ?
UUD 1945 pasal 23E ayat (1) yang berbunyi
“Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri”.
Kenal Lebih Dekat dengan BPK
BPK adalah lembaga negara independen yang dibentuk berdasarkan Undang-undang dan memiliki tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Lembaga ini mempunyai peran, tugas dan kewajiban dalam menegakkan pengelolaan keuangan negara yang bersih, transparan dan tanggung jawab.
Sumber gambar : www.instagram.com/bpkriofficial |
BPK mempunyai tugas dan tanggung jawab besar yakni BPK Kawal Harta Negara. BPK harus memeriksa semua asal-usul maupun darimana sumbernya, serta mengetahui pula dimana tempat uang negara itu disimpan dan untuk apa saja uang negara tersebut dipergunakan. Harta negara tidak 'melulu' soal uang, tapi bisa juga terdiri dari surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang tidak atau belum mengetahui tentang peran dan tugas BPK.
BPK disebut pula sebagai 'KPK Yang Lain'. Banyak temuan besar BPK yang menjadi bahan bagi KPK untuk menjalankan tugasnya. Semua aset yang milik pemerintah pusat dan daerah akan diperiksa oleh BPK. Setiap audit yang dilakukan BPK pasti akan menemukan ketidakberesan jika yang diperiksa melakukan penyimpangan.
Anggota BPK dipilih dan bertanggung jawab kepada DPR. Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 23F ayat (1) yang berbunyi “Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden”.
Peran BPK tidak hanya mencegah kebocoran karena korupsi saja. Hadirnya BPK diharapkan sanggup menjaga transparansi dan akuntabilitas keuangan negara. Dengan laporan keuangan yang transparan dan akuntabilitas, maka diharapkan akan dapat mendorong peningkatan kinerja BUMN dan BUMD sehingga mampu bersaing di pasar global.
BPK ingin menjadi pendorong pengelolaan keuangan negara tidak saja pada penguatan pemberantasan korupsi serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas, tetapi juga peningkatan manfaat keuangan negara untuk pencapaian tujuan negara. Hal ini sejalan dengan visi dan misi BPK.
Tugas BPK dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara tentu saja tidak mudah. Maka dari itu ada beberapa kewenangan BPK dalam melakukan pemeriksaan, antara lain BPK berwenang menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan. Dalam proses pemeriksaan tersebut, BPK berwenang meminta keterangan dan atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi, lembaga dan badan yang mengelola keuangan negara.
BPK juga berwenang melakukan pemeriksaan di lapangan. BPK berwenang melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggung jawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara.
BPK juga berwenang melakukan pemeriksaan di lapangan. BPK berwenang melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggung jawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara.
Bagaimana dengan Kedudukan BPK ?
BPK mempunyai kedudukan yang sejajar dengan presiden. Kenapa harus sejajar dengan presiden ? Singkatnya, karena BPK harus memeriksa pengelolaan keuangan negara yang dijalankan pemerintahan dan lembaga-lembaga negara, baik itu di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Bayangkan jika BPK berada di bawah presiden apa yang akan terjadi ? Tentu saja ruang gerak BPK untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara akan terbatas. Selain itu BPK dalam menjalankan tugasnya tidak akan dapat bersifat independen saat memeriksa. Jika BPK berada di bawah presiden, bisa saja presiden melarang BPK untuk melakukan pemeriksaan agar citra pemerintah terangkat dan mencegah terungkapnya beragam bentuk korupsi yang dilakukan para pejabat negara. BPK tidak pula berada di posisi atas pemerintah. BPK adalah lembaga yang independen, dan berdiri terpisah dari pemerintah. BPK dalam menjalankan tugasnya juga berdasarkan nilai dasar BPK yaitu Independensi, Integritas, dan Profesionalisme.
Kedudukan BPK (sumber gambar : Buku Saku Mengenal Lebih Dekat BPK, Sebuah Panduan Populer) |
Upaya BPK Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas Keuangan Negara
Pertama kali BPK akan melakukan pemeriksaan keuangan negara. Dari pemeriksaan tersebut akan didapatkan hasil yang dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Jika dalam pemeriksaan ditemukan adanya unsur pidana, maka BPK harus melaporkan kepada aparat penegak hukum, paling lama satu bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut.Pihak berwenang tersebut adalah pihak kepolisian, kejaksaan dan KPK. Laporan inilah yang akan dijadikan bahan awal dasar penyelidikan atau penyidikan oleh pejabat penyidik yang berwenang. Selain itu hasil pemeriksaan BPK juga diserahkan kepada DPR, DPRD, dan DPD.
Jenis Pemeriksaan BPK
Jenis pemeriksaan yang dilakukan BPK ada 3 macam, yaitu pemeriksaan laporan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Pemeriksaan keuangan menilai kewajaran atas laporan keuangan pemerintah dan memberikan pernyataan opini atas laporan keuangan yang diperiksa. Pemeriksaan ini dilakukan terhadap dokumen-dokumen yang terkait dengan penggunaan uang. Pemeriksa kinerja merupakan pemeriksaan atas aspek ekonomis , efisiensi dan efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien serta memenuhi sasarannya secara efektif. Sedangkan pemeriksaan dengan tujuan tertentu merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus di luar pemeriksanaan keuangan dan pemeriksaan kinerja, misalnya untuk perhitungan kerugian negara dan pemeriksaan investigatif.
Opini merupakan refleksi dari kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran dari informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Dalam pemeriksaan yang dilakukannya, BPK memberikan penilaian dalam bentuk empat kategori opini, yaitu :
#1 Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP atau unqualified Opinion)
Opini yang menyatakan bahwa laporan keuangan pihak yang diperiksa telah disajikan dengan wajar. Dengan kata lain, pelaporan dinilai telah disusun dengan memuaskan.
#2 Opini Wajar dengan Pengecualian (WDP atau Qualified Opinion)
Opini bahwa pada umumnya laporan keuangan telah disajikan secara wajar namun terdapat sejumlah bagian tertentu yang belum memenuhi standar.
#3 Opini Tidak Wajar (TW atau Adverse Opinion)
Opini bahwa laporan keuangan disusun tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan penyusun laporan keuangan tidak mau melakukan perbaikan meski sudah ada koreksi yang diajukan auditor dalam pemeriksaan.
#4 Menolak Memberikan Pendapat (atau Tidak Memberikan Pendapat atau Disclaimer Opinion)
Opini bahwa auditor tidak dapat memberikan kesimpulan atau pendapat atas laporan keuangan, karena berbagai hal, misalnya pihak yang diperiksa membatasi ruang lingkup pemeriksaan.
Laporan Hasil Pemeriksaan BPK
LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat disebut LKPP diserahkan kepada DPR dan DPD. LHP atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah disebut LKPD diserahkan kepada DPRD. Di samping itu, BPK juga menyusun Laporan Hasil Pemeriksaan yang dilakukan setiap semester atau IHPS (Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester).
Pada tahun 2017 ini, BPK telah menyusun dan menyampaikan IHPS (Ikhtisar HasilPemeriksaan Semester) 1 Tahun 2017 kepada lembaga perwakilan dan pemerintah. IHPS sendiri disusun untuk memenuhi Pasal 18 UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang mengamanatkan penyampaian IHPS ke lembaga perwakilan, presiden, dan kepala daerah selambat-lambatnya tiga bulan sesudah berakhirnya semester bersangkutan.
Walaupun sebesar 73% laporan keuangan pada semester 1 tahun 2017 mendapat opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian), tapi masih ditemukan juga sejumlah permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan keuangan dan tanggung jawab keuangan negara yang berpotensi hilangnya harta negara.
Sumber gambar : IHPS 1 Tahun 2017 |
Dalam IHPS 1 Tahun 2017 BPK mengungkapkan adanya 9.729 temuan yang memuat 14.997 permasalahan senilai Rp 27,39 triliun. Permasalahan tersebut meliputi 7.284 permasalahan sistem pengendalian intern (SPI) dan 7.549 permasalah ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Rp 25,14 triliun, serta 164 permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan senilai Rp 2,25 triliun.
Jika kita bandingkan dengan IHPS 2 Tahun 2016, jumlah temuan, permasalahan serta besarnya nilai pada IHPS 1 Tahun 2017 ini lebih besar. Berikut ini saya sajikan secara ringkas perbandingan antara IHPS 2 Tahun 2016 dengan IHPS 1 Tahun 2017 :
Dilihat dari jumlah LPH, terdapat kenaikan sebesar 13,74% jika dibandingkan dengan semester sebelumnya. Sedangkan kenaikan pada jumlah temuan meningkat tajam sebesar 67,45%. Dengan bertambahnya temuan dan permasalahan pada IHPS 1 Tahun 2017 ini maka bisa dilihat dari sisi positif maupun negatifnya. Contoh dari sisi positif adalah kinerja BPK lebih baik sehingga mampu mengungkap hal-hal yang dapat merugikan negara. Sementara sisi negatifnya bisa menunjukkan bahwa masih terdapatnya suatu 'celah' dalam pengelolaan keuangannya.
Jika kita melihat lebih jauh tentang IPHS 1 Tahun 2017, maka permasalah ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan merupakan masalah ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian senilai Rp 1,81 triliun, potensi kerugian senilai 4,89 triliun, dan kekurangan penerimaan sebanyak senilai Rp 18,44 triliun.
Sedangkan dari 164 permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan , terdapat 12 (7%) permasalahan ketidakhematan senilai Rp11,96 miliar, 30 (18%) permasalahan ketidakefisienan senilai Rp574,31 miliar, dan 122 (75%) permasalahan ketidakefektifan senilai Rp1,67 triliun.
Pemantauan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan
Pada prinsipnya usaha perbaikan pengelolaan keuangan negara memerlukan sinergi kelembagaan di internal pemerintah atau badan usaha, selain itu tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK hendaknya segera dilakukan karena hal tersebut bermuara pada perbaikan sistem pengelolaan keuangan negara.
Kontribusi BPK pada peningkatan kinerja telah memberikan 463.715 rekomendasi senilai Rp 285,23 triliun yang membuat pemerintah, BUMN/BUMD dan Badan Lainnya bekerja lebih tertib, hemat, efisien, serta efektif. Dari seluruh rekomendasi tersebut, sebanyak 320.136 rekomendasi (69%) telah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi.
Sumber gambar : IHPS 1 Tahun 2017 |
Seperti yang tercantum dalam IHPS, suatu rekomendasi BPK dinyatakan telah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi apabila rekomendasi tersebut telah ditindaklanjuti secara nyata dan tuntas oleh pejabat yang diperiksa sesuai dengan rekomendasi BPK. Rekomendasi BPK ini diharapkan dapat memperbaiki pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara/daerah/perusahaan pada entitas yang bersangkutan.
Adapun wujud nyata dari menindaklanjuti rekomendasi BPK itu dapat dilakukan dengan cara penyetoran uang/ aset ke negara/ daerah/ perusahaan atau melengkapi pekerjaan/ barang, dan tindakan administratif berupa pemberian peringatan, teguran, dan/ atau sanksi kepada para penanggung jawab dan/ atau pelaksana kegiatan.
Tindakan administratif juga dapat berupa tindakan koreksi atas penatausahaan keuangan negara/ daerah/ perusahaan, melengkapi bukti pertanggungjawaban, dan perbaikan atas sebagian atau seluruh sistem pengendalian intern.
Kerugian negara atau daerah memang bisa terjadi akibat perbuatan melawan hukum secara sengaja misalnya korupsi, namun juga bisa terjadi karena kelalaian. Jika kerugian tersebut bukan karena korupsi, maka BPK akan meminta pihak yang diperiksa untuk mengganti kerugian dengan membayar uang yang harus dikembalikan kepada kas negara. Untuk menjamin pelaksanaan pembayaran ganti kerugian, BPK berwenang memantau pelaksanaan ganti rugi tersebut. Hasil pemantauan tersebut diberitahukan secara tertulis kepada DPR, DPD dan DPRD.
Sumber gambar : Gambaran Umum BPK RI |
IHPS 1 Tahun 2017 memuat hasil pemantauan penyelesaian ganti kerugian negara/ daerah tahun 2005 - 30 Juni 2017 dengan status telah ditetapkan. Hasil pemantauan menunjukkan kerugian negara/ daerah yang telah ditetapkan senilai Rp 4,37 triliun.
Pemantauan Penanganan Temuan Pemeriksaan BPK yang Disampaikan kepada Instansi Berwenang
Selama periode 2003 sampai dengan 30 Juni 2017, BPK telah menyampaikan temuan pemeriksaan yang mengandung indikasi pidana kepada instansi yang berwenang sebanyak 447 temuan yang berindikasi pidana senilai Rp44,74 triliun. Dari jumlah temuan itu, 425 temuan senilai Rp43,22 triliun (97%) telah ditindaklanjuti oleh instansi yang berwenang.
Bagaimanakah dengan Akuntabilitas BPK Sendiri ?
BPK bertugas untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pastinya akan banyak pihak yang menanyakan bagaimanakah akuntabilitas BPK sendiri. Sebagai pihak yang memeriksa, BPK juga tidak lepas dari pemeriksaan. Akan tetapi, pemeriksaan ini bukanlah dilakukan oleh BPK sendiri, melainkan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang ditunjuk oleh DPR atas usul BPK dan Menteri Keuangan. Selama periode tahun 2010 – 2015, Laporan Keuangan BPK mendapatkan Opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian).
Adapun sistem pengendalian mutu BPK ditelaah oleh badan pemeriksa keuangan negara lain yang menjadi anggota organisasi pemeriksa keuangan sedunia yang ditunjuk oleh BPK setelah mendapat pertimbangan DPR.
Sumber gambar : IHPS 1 Tahun 2017 |
Bagaimanakah dengan Akuntabilitas BPK Sendiri ?
BPK bertugas untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pastinya akan banyak pihak yang menanyakan bagaimanakah akuntabilitas BPK sendiri. Sebagai pihak yang memeriksa, BPK juga tidak lepas dari pemeriksaan. Akan tetapi, pemeriksaan ini bukanlah dilakukan oleh BPK sendiri, melainkan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang ditunjuk oleh DPR atas usul BPK dan Menteri Keuangan. Selama periode tahun 2010 – 2015, Laporan Keuangan BPK mendapatkan Opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian).
Adapun sistem pengendalian mutu BPK ditelaah oleh badan pemeriksa keuangan negara lain yang menjadi anggota organisasi pemeriksa keuangan sedunia yang ditunjuk oleh BPK setelah mendapat pertimbangan DPR.
Berdasarkan apa yang tercantum dalam IHPS 1 Tahun 2017, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyelamatkan keuangan negara senilai Rp13,70 triliun pada semester I tahun 2017. Jumlah itu berasal dari penyerahan aset atau penyetoran ke kas negara, koreksi subsidi, dan koreksi cost recovery.
Kesimpulan
Coba bayangkan saja apa yang akan terjadi jika pengelolaan keuangan dan tanggung jawab keuangan negara tidak diperiksa ? Pastinya akan banyak kecurangan maupun penyimpangan yang terjadi dalam pengelolaan keuangan, entah itu dengan melakukan penyelewengan dengan mark up harga untuk memperkaya diri sendiri, korupsi, dll.
Maka dari itu, pentingnya kehadiran BPK dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sangat dibutuhkan sekali dalam mendorong akuntabilitas dan transparansi keuangan negara. Dengan demikian, keberadaan BPK tentu bisa menjadi sebuah harapan agar tercapainya transparansi dan akuntabilitas keuangan negara. Sehingga tujuan negara sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dapat tercapai.
Yuk, saatnya dukung peran BPK Kawal Harta Negara mendorong transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan negara untuk membangun budaya anti korupsi dalam pengelolaan keuangan negara. Saatnya bersama-sama dengan BPK mengawal harta negara.
Sumber referensi :
Buku Saku, Mengenal Lebih Dekat BPK, Sebuah Panduan Populer
Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 1 Tahun 2017
Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 2 Tahun 2016
Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 1 Tahun 2017
Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 2 Tahun 2016
Ulasannya lengkap banget, jadi tahu neh tentang BPK
BalasHapusIya, soalnya masih banyak yang belum paham tentang peran dan tugas BPK 😊
HapusKalo semakin tahu tugas BPK masyarakat jg jd lebih aware ya sama keuangan negara. Jgn sampelah kkn trus merajalela
BalasHapusIya benar, banyaknya kasus korupsi yang sedang terjadi membuat masyarakat geram, terlebih lagi dikorupsi oleh wakil rakyat, sungguh miris, harta negara yang harusnya digunakan untuk negara malah diselewengkan.
HapusWow lengkap banget tentang BPK-nya. Maju terus BPK
BalasHapusBiar masyarakat makin paham tentang BPK mbak..dengan begitu masyarakat dapat berpartisipasi mendukung peran BPK untuk mengawal harta negara
Hapus