Senin, Februari 05, 2018

Rembulan Tenggelam Di Wajahmu Karya Tere Liye

Dokumen Pribadi

Judul       : Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
Penulis    : Tere Liye
Penerbit   : Republika
Cetakan   : XXXIII, Juni 2017
Tebal       : 425 halaman
Harga      : Rp 60.000
ISBN       : 978-979-1102-46-9



Hidup ini selalu dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang sering mengganggu pikiran kita. Begitu pula cerita dalam novel ini. Ray tokoh utama dalam kisah ini ternyata memiliki kecamuk pertanyaan sendiri.

Bayangkan saat ini ada satu malaikat bersayap indah datang kepada kita, lantas lembut berkata : “Aku memberikan kau kesempatan hebat. Lima kesempatan untuk bertanya tentang rahasia kehidupan dan aku akan menjawabnya langsung sekarang. Lima pertanyaan. Lima jawaban."

Sudah enam bulan pasien itu dirawat di ruang VVIP rumah sakit. Malam itu kebetulan hanya tiga dokter yang siap siaga berjaga. Seharunya ada enam. Enam lagi malah baru akan datang minggu depan dari Swedia dan Perancis.

Bukan main. Benar-benar tim medis yang hebat. Bagaimana tidak ? Semua berkepentingan menyelamatkan nyawa orang tua di atas ranjang. Pria pemilik kongsi bisnis terbesar yang pernah ada. Pria pemilik imperium bisnis yang menggurita. Yang sayangnya, sekarang terbaring tak berdaya dibelit infus dan banyak selang. Pemilik kongsi bisnis yang sekarang sekarat.

Ray mendapatkan kesempatan mengenang perjalanan hidupnya bersama sosok yang menyenangkan. Ia akan mendapatkan kesempatan hebat. Kesempatan untuk mendapatkan jawaban. Jawaban atas lima pertanyaan besar dalam hidupnya. Lima pertanyaan, lima jawaban.

Pertanyaan besar pertama Ray dalam hidupnya. Kenapa dia harus menghabiskan masa kanak-kanak di panti asuhan yang menyebalkan itu ? Kenapa tidak di tempat lain ? Kenapa Ray harus melalui masa kanak-kanak yang seharusnya menyenangkan justru di tempat yang paling dia benci sepanjang hidupnya. Ray, kebanyakan orang suka sekali bertanya soal ini : “Apakah kami memang tidak pernah memiliki kesempatan untuk memilih saat akan dilahirkan ?" (hal 55).

Ray pergi dari panti, dan saat ini pun dia tinggal di rumah singgah. “Sejak kecil Ray suka menatap rembulan. Malam itu sedang purnama. Sempurna bundar. Dulu di Panti, kalau dia tidak boleh masuk, dan langit berbaik hati tidak turun hujan, menatap rembulan membunuh sepi, mengusir gulana. Menatap rembulan membunuh seluruh pertanyaan. Membuatnya nyaman. Tenteram. Menyenangkan. Pergi dari sesak kepalanya” (hal 99).

Pertanyaan kedua Ray adalah “Apakah hidup ini adil?” (hal 146). Ray sejatinya bertanya karena sepotong koran tua itu. Berita dalam kertas koran yang sudah menguning. Bertanya karena kenangan masa lalu yang tidak pernah terjelaskan. Itulah sejatinya yang membuat dia bertanya “Apakah hidup ini adil?’ (hal 148).

Hidup itu tidak adil. Kalimat itu menderanya. Kenapa dia harus dilahirkan tanpa Ayah-Ibu. Kenapa dia hanya memiliki sepotong koran untuk menjelaskan masa lalunya. Ray tidak tahu apa maksud semua berita dalam potongan koran butut itu, tapi dia jelas-jelas tidak pernah meminta untuk menjalani hidup seperti ini, sendirian.

Sepuluh tahun Ray tinggal di Ibukota. Sepuluh tahun yang ketika menjalaninya terasa panjang dan melelahkan. Tetapi ajaib, saat mengenangnya kembali, semua terasa berlalu cepat sekali. Dia akan menjemput kehidupan baru di kota lamanya. Kota tempat dia dilahirkan. Kota tempat dia menghabiskan enam belas tahun di Panti. Dengan menumpang kereta, di gerbong makan itulah dia pertama kali mengenal gadis itu. “Cinta pertamanya (sekaligus terakhirnya). Cinta yang membuat sekujur tubuhnya merinding” (hal 227).

Pertanyaan ketiga Ray, apakah makna kehilangan ? “Kenapa langit tega sekali mengambil istrimu. Kenapa takdir menyakitkan itu harus terjadi ?" (hal 314). Semua kehilangan itu menyakitkan. “Kenapa Tuhan selalu mengambil sesuatu yang menyenangkan dari hambanya, apa semua kesedihan ini kurang menyakitkan? (hal 317).

Tibalah dipertanyaan keempat, “Ternyata setelah sejauh ini semua terasa kosong, hampa. Ternyata semua yang kau miliki tidak pernah memberikan kebahagiaan seperti yang pernah kau dapatkan bersama istrimu, padahal kau memiliki segalanya, memiliki banyak” (hal 362).

Dan pertanyaan yang terakhir, pertanyaan yang setiap malam muncul di kepalanya enam tahun terakhir ini. “Kenapa kau harus mengalami sakit berkepanjangan ? Kenapa takdir sakit itu mengungkungmu ?” (hal 414).

Di dalam novel ini pun juga disertakan jawaban atas kelima pertanyaan Ray dalam hidupnya dalam perjalanan mengenang masa lalunya. Pertanyaan-pertanyaan yang juga sering kita rasakan dalam menjalani kehidupan ini. Lima pertanyaan sebelum akhirnya dia mengerti makna hidup dan kehidupannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dengan baik dan sopan, komentar yang berbau sara akan saya hapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.